RSS

Banyak Berawal dari Sedikit; Rasa Syukur itu Perlu Dipupuk

"Kenapa ya, Mbak? Kok akhir-akhir ini banyak terjadi musibah di Negara kita? Kepemimpinan SBY sepertinya tak pernah berhenti dapat cobaan ya...."

Tiba-tiba saja tukang Ojek –sebut saja Kasno– yang mengantarkanku ke kantor pagi ini bertanya. Aku terkejut. Sungguh tak kusangka akan mendapatkan pertanyaan demikian. Agak bingung juga menjawabnya. 

Namun kemudian aku bilang saja, "segala sesuatu itu akan sampai pada batas toleransinya, Pak. Tidak selamanya hidup dan jabatan itu berproses dan berakhir indah. Disaat ada ketidakseimbangan terjadi di dalamnya hingga telah sampai padanya suatu nasihat atau anjuran maupun saran atas kekeliruan sikap dan tindakan namun belum mendapatkan tanggapan yang berarti, maka tinggal tunggu saja ketidakmampuan daya dukung hidup melakukannya."

Sejenak Pak Kasno berpikir. Persimpangan dekat kantor sudah terlihat dan aku sudah hampir sampai. Seolah-olah tak segera ingin mengakhiri pembicaraan dan pertukaran pikiran yang 'sukar' pagi itu, menurutku, maka ia pun segera melanjutkan lagi.

"Kasian juga sih sebenarnya ya, Mbak. Sejak beliau  SBY, Presiden RI– memerintah selalu saja ada musibah dan bencana baik itu bencana alam maupun bencana keduniawian lain seperti kasus-kasus pejabat pemerintah," tambahnya. Semakin lama makin tenggelam dalam pikir, melambungkan kerut dalam pertanyaan dan kegelisahan.

Ujung jalan sudah dekat.


"Gedung warna putih ya, Pak." aku membuka kembali percakapannya.


"Oh, disini ya Mbak kerjanya. Saya kira ini dulu bukan kantor lho," ujarnya polos. Bagiku ini pertanyaan besar dan sedikit mengejutkan. Bagaimana bisa sebuah lembaga masyarakat belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat terdekatnya. Hm, mungkin saja belum banyak yang dihantarkan oleh beliau ke tempat ini. Hehehehe, dalam hati aku tertawa.


"Iya, Pak. Saya membatu pekerjaan disini. Omong-omong, atas pertanyaan dan pernyataan Bapak yang tadi mungkin lain kali bisa kita diskusikan. Jika Bapak punya waktu silakan datang kesini dan kita akan ketemu," begitu aku menutup interaksi sesaat kami sembari menyerahkan satu lembar uang 2000 ke Pak Kasno. Jumlah yang tidak banyak menurutku. Namun dari yang tidak banyak itulah muncul sikap kritis dan kepedulian, empati, bahkan sebuah rasa yang menurutku perlu dimiliki oleh setiap warga negara.


Sang Ojek berlalu.


Dalam langkahku menuju pintu pertama kantorku aku menerawang. Ada hal yang tidak bisa mungkin bisa disebut tidak sempat– aku katakan padanya. Aku berpikir bahwa segala sesuatu itu tidak terjadi jika tanpa ada asal mulanya. Reaksi tak akan ada jika tanpa Aksi. Begitulah kehidupan. Ada sebab dan ada akibat. 


Selama memerintah, SBY dan kabinetnya –Indonesia Bersatu Jilid 1 dan 2– benar-benar brutal dan tamak. Sampai-sampai aku berpikir apakah masih ada rasa syukur dalam hati mereka? Permasalahan bencana alam maupun kecelakaan akibat keteledoran teknis menurutku akibat keserakahan dan banyak yang tanpa rasa syukur. 


Jual mentah, Jual murah, itulah slogan dan prinsip pejabat negeri ini. Belum lagi ekspansi Perkebunan kelapa sawit dan tumpang tindih perizinan pertambangan dan HTI. Keserakahan  dalam tubuh pemerintah Indonesia itu mengakibatkan semakin mudahnya kehidupan yang negatif berkembang di masyarakat. Jadi tidak salah jika semakin lama orang akan semakin mudah terbuai dan terbujuk oleh uang. Diperbudak waktu dan dikendalikan oleh sikap dan perilaku konsumtif hingga mengabaikan keselamatan, masa depan, bahkan persaudaraan.

0 komentar:

Post a Comment